Review Mi Umi rasa Mi Goreng Sayur

Kok judulnya beda ya? Mulai dari tulisan ini, ane sengaja ubah judul ulasan makanan (termasuk mi instan) tanpa embel-embel “pemburu kuliner”. Nah, “pemburu kuliner” diubah jadi tagar kok. Ane sengaja ngelakuin itu agar lebih mudah dicari di internet.

Bicara soal ulasan mi instan, ane mau ulas sedikit soal Mi Umi.

Mi ini agak-agak aneh terutama dalam masalah promosi. Jika kebanyakan mi instan yang baru dirilis di pasaran itu dijual eceran, ini dijual dalam bentuk paket. Ane agak ragu mau coba mi ini karena dijual dalam bentuk paketan. Untungnya, ane beli pas Borma lagi jualin mi instan ini versi eceran.

Bagaimana dengan rasanya? Tanpa basa-basi lagi, mari kita bongkar isi! Cekidot!

Bongkar Bungkus

Sekilas mi instan ini hampir mirip dengan mi instan standar kantin sekolah. Maksudnya ya kelas Mi Sakura, Mi Fajar, Alhami, dan sederet mi instan merek murah lainnya. Harganya pun mulai dari 2.500 rupiah.

Berdasarkan akun media sosial resminya (EatGreens), rasa dari mi ini ada dua yakni mi goreng dan rasa soto. Cuma ya ane beli mi goreng karena itu yang ada di Borma.

Mi Umi rasa Mi Goreng, kemasan utuh.
sumber foto: koleksi pribadi

Bagaimana dengan isi dari kemasan ini? Isinya sih standar mi instan biasa. Ada blok mi instan, kemasan bumbu, dan minyak.

Mi Umi rasa Mi Goreng, isi kemasan
sumber foto: koleksi pribadi

Untuk minyak dan kecapnya sih disatukan dalam satu kemasan plastik. Namun, di mana pugasan wortelnya? Berdasarkan informasi yang tertera pada kemasan mi ini, ada tambahan pugasan wortel kering. Biasanya pugasan seperti sayuran kering itu berada dalam kemasan terpisah. Kalo ini sih disatuin deh kayaknya.

Ulasan

Rasa mi ini enak untuk dimasak secara langsung ataupun … dipake ngemil ala mi remes. Emang sih rasa mi instan ini agak terlupakan karena hampir mirip dengan Mi Sakura. Bedanya rasanya lebih lembut dan agak semu manis dari sari pati bayamnya sendiri. Soal pugasan wortelnya sendiri, potongannya terlalu kecil. Lebih mirip kayak bawang goreng atau tong cai (alias asinan sayuran yang dulu biasa jadi pelengkap bakso). Soalnya pugasan wortel kering yang biasa ane makan di mi instan lain itu potongannya agak gede dikit sih.

Mi Umi rasa mi goreng, sudah matang.
sumber foto: koleksi pribadi

Jujur aja, kalo ane nyetok mi instan ini, ane bakal ngemil ini terus ala mi remes biar kuat nulis. Ini bisa jadi pesaing Mi Sakura kalo beneran masuk ke kantin sekolah. Secara modal aja udah murah buat dijual di kantin sekolah.

Ada tambahan lain soal mi instan ini. Ane sengaja tulis di bagian ulasan juga karena ini emang ulasan dari sudut pandang seorang konsumen yang tahu sedikit soal teori pemasaran.

Membeli mi instan merek baru tanpa mencicipi tester-nya, apalagi dalam jumlah banyak, itu sangat beresiko. Takutnya mubazir kalo cuma dikonsumsi sendiri dan bukan untuk dijual kembali di warung atau di situs marketplace. Belum lagi masalah rasa. Setiap orang punya selera yang berbeda-beda dalam urusan rasa mi instan paling standar seperti ayam bawang sekalipun.

Penjualan mi ini dalam bentuk paket menjadi blunder tersendiri dalam pemasarannya. Hal ini semakin diperburuk dengan daya beli masyarakat negeri Wakanda sedang rendah-rendahnya. Kenaikan harga bahan pokok otomatis bikin orang mikir dua kali buat beli mi ini.

Buat apa beli mi instan baru dalam jumlah besar yang rasanya belum tentu enak kalo harganya aja setara mi instan impor asal Korea yang rasanya dikenal masyarakat?

Belum lagi mi instan ini kurang promosi baik di media massa maupun secara langsung. Biasanya peluncuran mi instan baru itu sering ada tester-nya di supermarket. Kalo gak bisa promosi lewat tester kayak waktu awal pandemi, bisa juga memanfaatkan influencer dengan ceruk tertentu untuk menggaet calon pembeli potensial. Misalkan memanfaatkan jasa Tanboy Kun jika memang mi instan yang baru dirilis itu rasa pedas.

Selain itu, ane menemukan blunder lain di akun resminya sendiri. Mi instan ini menyasar ibu rumah tangga yang kesulitan mengajak anak makan sayur. Padahal mi instan tipe ini umumnya menyasar generasi muda yang lebih peduli akan kesehatan, lingkungan, dan tetep bisa makan mi instan tanpa rasa bersalah.

Ane emang gak jago dalam urusan pemasaran. Penjualan novel ane aja seret kok. Setidaknya ane pernah ikut pelatihan Prakerja jadi ya tahu-tahu dikit soal ini. Coba aja kalo strategi pemasarannya diubah. Misalkan gitu nantangin Mi Sakura sebagai jawara mi instan kantin sekolah. Otomatis lebih banyak orang yang tertarik untuk mencoba mi ini.

Kesimpulan

Mi instan ini rasanya enak, tapi terlupakan. Soalnya banyak mi instan goreng yang rasanya hampir serupa dengan mi ini seperti Mi Sakura. Udah gitu harganya murah. Seharusnya bisa menjangkau ceruk pasar yang tidak disentuh mi instan sehat seperti Lemonilo. Sayangnya, hal ini diperburuk dengan blunder dari pemasarannya sendiri. Coba deh setidaknya ada satu tester yang disebar di supermarket, iklan yang lebih ramai di media, menggunakan jasa product placement pada seri sinetron populer, atau bisa dibeli eceran.

Tinggalkan komentar